Popular Post

Popular Posts

Jumat, 18 Maret 2016

#WayToDie: Bombardir
ini duniaku, tempat dimana aku hidup. Lengkap dengan hingar bingar, suara dentuman ledakan, dan hujan krikil yang deras. Sekitar dua tahun yang lalu aku dinyatakan lulus dari satuanku, satuan polisi anti huru hara. Apa yang aku hadapi hitam, sehitam seragamku. Apa yang menungguku sangat kokoh, sekokoh prisaiku. Inilah dunia yang harus ku hadapi hampir setiap hari, –lautan kemarahan dan dunia paling buas yang pernah ada- aku memang dilatih untuk ini. menjinakan makhluk paling liar, meredakan kondisi paling berbahaya. Mereka menunggu di medan perang, mereka sudah tidak sabar memulai pertunjukannya.
“Jak, jangan bengong. Kita harus cepet turun ke TKP”. Ginanjar meremas kedua pundak Jaka dengan tangannya saat Jaka tengah melamun seraya memasang ikatan sepatunya. “Siap!” Jaka seperti kembali lagi ke tempat dimana ia berada, di markas kesatuannya. Hari itu terjadi kerusuhan besar di pusat kota, lautan manusia berkumpul dengan segala macam senjata. Mulai dari tombak, bom molotov, sampai balok besar. Tujuan mereka hanya satu: mendobrak gerbang gedung parlemen. Ini memang bukan keadaan yang bagus, tapi untuk seorang polisi anti huru hara seperti Jaka, ini adalah sebuah keharusan.
Hal lama kembali terjadi, kekuasaan bertarung dengan apa yang mereka kuasai. Pemimpin melawan apa yang mereka pimpin, perut melawan logika. Jaka dan kesatuannya harus memasang badan demi melindungi mereka yang lebih besar, mereka harus menghadapi saudara mereka sendiri. Kata orang tidak ada kata saudara di medan perang, tapi apakah ini medan perang? Atau medan pertunjukan?
Mobil barakuda yang membawa kesatuan anti huru hara sudah meninggalkan markas mereka, jarak markas dan gedung parlemen yang tidak terlalu jauh membuat kesatuan mereka adalah kesatuan yang paling awal sampai. Massa yang mengepung gedung parlemen sangat besar, bahkan lebih besar dari sebelumnya. Polisi yang menjaga gedung parlemen hampir tidak bisa menahan mereka, desakan mereka terhadap pagar besi tinggi yang melapisi tubuh polisi-polisi yang tidak seberapa jumlahnya sudah semakin kuat, hampir menjebol pertahanan mereka. tidak banyak waktu yang tersisa, tensi mereka semakin tegang pada setiap detik yang berlalu. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tidak ada yang tahu siapa yang akan menang. Jika ini memang area perperangan.
“Perhatian, kondisi gedung parlemen tidak dapat lagi ditahan. Kita adalah satu-satunya bantuan yang terdekat, kita adalah ssatu-satunya harapan mereka. kesatuan yang sekarang sudah mulai kewalahan. Ketika sampai kita langsung buat brikade, pasang semua perlengkapan kalian. Rapatkan prisai, jangan sampai pertahanan runtuh, apa pun yang terjadi.” Komandan kesatuan anti huru hara memimpin semua personil saat mobil mereka sudah samkin dekat, udara di dalam mobil semakin panas. Seluruh personil memfokuskan perhatian mereka kepada komandan mereka, dan apa yang akan mereka hadapi nanti. Mobil barakuda yang mereka kendarai memasuki gedung parlemen melewati sebuah pintu rahasia, dan berhenti tepat di bagian depan gedung. bagian depan gedung dipenuhi beberapa personil polisi yang terus menahan pagar agar tidak roboh, sendangkan diluar pagar sedang terjadi pesta yang paling liar. Lautan manusia mendorong-dorong pagar, mereka berteriak, mengumpat, dan membakar bom molotov dengan pakaian mereka lalu melemparnya ke depan pagar. Mereka lebih mirip binatang buas, dan mereka sangat tidak terkendali. Beberapa personil polisi yang menahan pagar sudah terluka, darah mengalir dari kepala mereka. seorang polisi menahan pagar hanya dengan satu tangan, sedangkan tangan yang lainnya terjatuh terkulai. Lengan polisi itu berlubang besar, lubang akibat tusukan tombak. Walau darah terus mengalir dari tangannya, tapi ia terus menahan pagar sekuat tenaga yang ia miliki.
“bantuan akan datang sekitar 15 menit lagi, kita harus bertahan sampai satuan yang lebih besar datang.” Komandan kesatuan berteriak seraya menoleh ke arah pagar depan. “Siap!” seluruh anggota menjawab. “Buat formasi!” setelah komandan memberikan perintah, semua personil termasuk Jaka segera bergerak kedepan. Mereka mengencangkan helm, menggenggam kuat prisai mereka, dan mengundang Tuhan ke dalam diri mereka.
Saat melihat kesatuan anti huru hara datang membantu, personil polisi mundur. Mereka merengsek kebelakang, membiarkan kesatuan anti huru hara membuat brigade baru. Sedangkan orang-orang diluar pagar sudah semakin menggila, mereka sudah tidak sabar menunggu pesta dimulai. Hujan batu besar, dan bom molotov sudah dimulai. Jaka sekuat tenaga mempertahankan prisainya saat batu-batu besar dan bom molotov mendarat di prisainya. Mereka mendorong pagar dengan prisai yang mereka pegang, hingga akhirnya dapat meredam dorongan ke dalam. Tapi semakin lama dorongan semakin kuat, Jaka menangkap kekuatan yang semakin besar. Ia tidak tahu apakah mereka akan bertahan selama 15 menit di saat satu menit saja sudah terasa seperti 1 tahun, ia tidak perduli. Baginya yang terpenting sekarang adalah bertahan sekuat mungkin sampai bantuan datang.
Jaka menoleh ke Rusdi rekan satu kesatuannya yang berdiri tepat di sampingnya, wajah Rusdi seudah basah dengan keringat. Raut wajahnya sangat tegang, ada ketakutan terselip dibalik setiap gerut matanya. Jaka tahu sekali, karena ia juga sesungguhnya ketakutan. Mereka berada di situasi yang sangat kejam, mereka hanya bisa diam dan bertahan. Saat mereka tengah konsentrasi menahan dorongan yang kuat, sebuah tombak panjang menjulur dari luar pagar dan mengenai prisai Rusdi. Saat itu Rusdi tengah tidak siap, sehingga saat tombak itu menghantam prisainya ia goyah. Prisai yang ia pegang terlepas, dan tombak itu menghantam helm yang ia gunakan hingga terlepas dari kepalanya. jaka mencoba menahan tubuh Rusdi, tapi ia terlambat. Tubuh Rusdi kehilangan keseimbangan hingga jatuh. Seketika brigade yang mereka bentuk berlubang, para demonstran yang melihat hal itu berteriak keras. Mereka seperti mendapatkan angin segar, seketika waktu seperti berhenti. Sampai akhirnya kerumunan massa berteriak dengan keras, “DORONG!!!” sebuah gelombang kekuatan yang sangat besar menghantam pagar, dan kali ini tidak dapat dibendung. Pagar dan brigade yang menahannya seketika itu terkoyak, massa yang membentuk lautan manusia segera mengalir masuk. Mereka tidak terbendung. Seluruh personil polisi anti huru hara di serbu massa, mereka seperti tenggelam dan tidak terlihat lagi. Sedangkan Rusdi masih tergeletak ditanah, ia sedang berusaha untuk bangkit. Prisai dan helmnya seketika hilang di dalam kerumunan massa. Beberapa demostran yang membawa tombak dan balok kayu besar mendekatinya, Jaka dapat melihat mereka dibalik aliran massa. Rusdy dalam bahaya, ia tidak punya pertahanan sama sekali. Jaka harus berpikir cepat, ia harus berbuat sesuatu. Jika tidak Rusdy akan menjadi mainan empuk massa yang tidak senang dengan keberadaan mereka disana.
Jaka berlari sekuat tenaga menembus kerumunan orang, ia harus sampai ke Rusdi sebelum mereka menghabisi Rusdi. Jaka mendorong siapapun yang ada dihadapannya, tidak jarang beberapa pukulan mendarat dipermukaan helmnya. Jaka tidak menghiraukan apapun yang menghalanginya, yang ia tahu adalah ia harus meraih Rusdi. Jantung Jaka berdetak cepat, dan keringat membasahi wajahnya. Suhu tubuhnya naik drastis, kulitnya panas seperti bara api dibalik seragamnya. Setelah susah payah menembus aliran manusia, akhirnya Jaka berhasil sampai ke tempat Rusdi berada. Ia melepas helm yang ia gunakan, lalu memasangakannya ke kepala Rusdi. Prisai yang ia pegang ia jadikan satu-satunya perlindungan untuknya, kemudian dengan seluruh tenaga yang ada ia mendorong tubuh Rusdi ke tempat yang aman. Ke sisi kanan gedung. Tapi malang Jaka, baru beberapa meter, seseorang menarik tubuh, dan prisai yang ia bawa. Tarikan itu begitu kuat, hingga membuatnya terhenti. Rusdi mencoba menarik tubuh Jaka, tapi serangkaian pukulan yang mendarat di seluruh tubuhnya membuat tarikannya terlepas.
Tubuh Jaka semakin menjauh dari Rusdi, menyadari hal itu Jaka melempar prisainya ke pada Rusdi seraya berkata “Lari!”. Setelah itu tubuh Jaka terenggut kuat hingga membuat tubuhnya terpelanting di tanah, kepala menghantam tanah terlebih dahulu. Kejadian itu membuat kepalanya pening, pandangannya buram. Ia tidak dapat melihat dengan jelas, hanya ada satu cahaya yang menyilaukan dan sisanya tidak terlihat jelas. Jaka terjatuh ditengah-tengah kerumunan massa, dan massa sengaja membentuk lingkaran mengelilingi tubuhnya yang tengah berguling-guling. Semakin lama pandangan Jaka semakin jelas, tapi tubuhnya masih memberikan rasa sakit diseluruh bagiannya. Saat Jaka sedang berjuang mendapatkan kembali kesadarannya, sebuah langkah mendekatinya. Sebuah langkah kaki yang berjalan pelan ke arahnya, di antara suara langkah kaki itu juga terdengar suara sesuatu diseret perlahan. Akhirnya pandangan Jaka kembali seperti semula, ia melihat banyak sekali orang mengerubunginya. Ia tidak kenal wajah-wajah mereka, tapi ekspresi mereka membuat nyali Jaka menciut. Ekspresi-ekspresi manusia yang tidak punya rasa kasihan, tidak mengenal kata ampun. Jaka kebingungan, dan di dalam kebingungannya seorang pria memajukan tubuhnya hingga wajahnya tepat berada di atas wajah Jaka. Ia tersenyum, dan berkata “halo pak polisi”. Belum sempat bergerak, pria itu mengangkat sebuah balok kayu yang cukup besar lalu menghantamkannya ke wajah Jaka. Balok kayu besar itu mendarat sangat keras, hingga meremukan wajah Jaka dan darah membuncah dari wajah Jaka yang hancur seketika. tulang dahi hingga dagu Jaka patah, hingga membuat kedua bola mata Jaka melompat keluar dari sisi kanan dan kiri. Pria itu mengangkat balok kayu yang ia pegang, memperlihatkan wajah Jaka yang merah dan tidak berbentuk lagi. Sebuah senyuman mengembang di wajahnya sesaat sebelum itu menghantamkan kembali balok kayu itu ke wajah Jaka yang sudah hancur, kali ini darah semakin banyak membuncah, dan merembes keseluruh kepala Jaka. Suara renyah dan agak sedikit basah terdengar saat balok kayu itu menghantam wajah Jaka untuk ke dua kalinya, suara yang berasal dari benturan serpihan tulang dan darah. Pukulan pertama membawa rasa sakit, perih, panas yang tidak terkira pada Jaka, tapi pukulan kedua bahkan lebih buruk. Pukulan itu menghantarkannya ke kematian… darah dari kepala Jaka perlahan mengalir dan membasahi seluruh tubuhnya yg sudah tergeletak tidak bernyawa. Darahnya menggenangi tubuhnya sendiri.
Beberapa menit kemudian satuan yang lebih besar datang, dan dapat mengusir massa yang menduduki gedung parlemen. Jenazah Jaka dievakuasi, tempat Jaka tergeletak seudah dipenuhi darah. Saat dievakuasi Jaka sudah tidak dapat dikenali, dan darah tidak berhenti mengalir dari kepalanya. bahkan seorang kesatuan harus dengan berani memungut bola mata Jaka yang terlepas dari tengkorak kepalanya.
Suara sekumpulan orang membaca ayat-ayat Al Quran terdengar pelan dan mengalun indah, seluruh orang duduk bersila seraya menundukan kepala mereka. seorang wanita duduk di dekat jenazah yang dibaringkan ditengah ruangan, jenazah itu di tutupi kain putih. Karena darah yang terus mengalir, kain putih itu harus dibuat beberapa lapis. Seorang wanita datang, dan duduk disebelah wanita itu.
“saya turut berduka cita ya mba, mas Jaka orang baik. Mba harus bangga, ia meninggal saat membela negara.” Ujar wanita yang baru datang. “iya, saya tau itu. tapi orang-orang yang membenci polisi mungkin lupa jika polisi juga mempunyai istri dan keluarga yang menunggu mereka pulang. Sama seperti orang lain.” Jawab wanita itu seraya menghapus air matanya, ia lalu mengusap perutnya yang membuncit besar. Sebuah kaki-kaki kecil menendang dari dalam perut wanita itu….

- Copyright © Welcome To Blog Dendy002 - Devil Survivor 2 - Powered by Blogger -