Popular Post

Popular Posts

Jumat, 18 Maret 2016

#FiksiHorror: Sweet Treats (@ZhakirArloive)
Arghan berjalan tergesa2 sambil menggenggam ponselnya. Mencari kelas yg akan dituju sambil melihat jadwal yg ada di ponselnya. Ketika sedang melihat jadwal, tak sengaja ia menabrak seseorang. “Maaf!” Kata Arghan sambil ikut membereskan barang2 yg terjatuh dr orang yg ditabraknya. “Tak apa, santai saja.” ujar orang itu. Arghan kemudian memandang orang tersebut. Ternyata orang yg ditabraknya adlh seorang wanita berambut lurus dan panjang berwarna cokelat. Kulitnya putih kemerahan. Sorot matanya tajam, rasanya seperti menusuk hati setiap orang yg memandangnya, tak seperti mata wanita pada umumnya. Arghan pada saat itu juga terpana dengan sorot mata wanita itu. “Permisi??” Wanita itu berdiri. Arghan tersadar dr lamunannya “Oh, iya maaf.”

Arghan pun ikut berdiri. Wanita itu pun masih berdiri melihat Arghan. “Maaf, tadi saya tak sengaja menabrak anda.. Apakah ada yang sakit??” Wanita itu tersenyum. “Tidak apa apa”. Arghan masih terpana dgn mata wanita itu. “Saya, duluan ya??” Kata wanita itu membuyarkan lamunan Arghan kedua kalinya. “I.. Iya.. Silahkan” kata Arghan. Wanita itu hanya tersenyum dan berlalu. Arghan kemudian membalikan badannya dan berkata “Siapa namamu?!”. Wanita itu membalikan tubuhnya dan berkata “Amara..”. “Arghan..” Jawab Arghan. Arghan masih terpana. Amara lalu dgn wajah bingung meninggalkan Arghan.

Arghan jadi sering melamunkan Amara.
Ketika sedang melamun, tiba2 sesosok pria mendekatinya. “Ngelamun ajaa?!!” Kata pria itu beserta sebuah tepukan keras mendarat di punggung Arghan. “Ada apa sih?!!!” Balas Arghan dgn nada kesal. Ia menoleh ke belakang dan mendapati sahabatnya berdiri di belakangnya dgn senyum penuh arti. “Masih memikirkan dia yaaaa??” goda sahabatnya. “Berisik berisik!!” balas Arghan. “Kapan kau temui dia?” “Aku akan cari dia sekarang.” “Yakin?” “Yakin!” lalu Arghan beranjak dari duduknya dan meninggalkan kelas bersama sahabatnya.

Ketika mereka sedang berjalan, ia melihat Amara sedang duduk di bangku panjang yg terbuat dari kayu. Ia tampak asyik dgn sesuatu di bukunya. “Kutunggu kau di gerbang” kata Adrio sambil mendorong pelan Arghan ke arah Amara. “Tenang sobat. Kupastikan aku bersamanya ketika menemuimu di gerbang” balas Arghan. Adrio berjalan menuju gerbang sementara Arghan langsung menghampiri Amara.

“Amara” ujarnya dgn senyum lebar. “Halo, Arghan?” “Iya” Arghan duduk di sebelahnya. Ia melihat Amara sedang menggambar sketsa seorang pria. “Gambar yang bagus.” “Terima kasih.” “Mm.. Amara, sore ini kau ada acara?” “Tidak, ada apa?” “Maukah… Kau pergi denganku?” “Kemana?” “Rahasia.” Amara memandang Arghan dgn tajam, semakin lama Amara memandang, semakin dalam Arghan hanyut dalam pandangannya “Okay deal. Aku ikut denganmu” kata Amara. Hati Arghan amat berbunga2. Dan mereka berdua pun beranjak dari bangku kayu tersebut.

“Kenalkan ini Amara.” kata Arghan pd Adrio. Dan lagi, mata Amara memandang Adrio dgn tajam dan senyuman yg penuh arti. Mereka berdua pun berkenalan. Setelah berkenalan, mereka bertiga berpisah.

Arghan amat menikmati perjalanannya dengan Amara. Walaupun Amara tak bercerita banyak, dapat bersamanya saja telah membuat Arghan amat senang.

Hari mulai gelap. Arghan dan Amara berhenti di sebuah cafe. Arghan memesan makanan dan minuman, namun Amara tidak memesan apapun. “Kau tidak memesan apapun?” “Tidak” “Kenapa?” “Aku dalam program diet khusus. Aku hanya makan yang ada di rumahku.” Arghan merasa tak enak. Lain kali aku ke rumahnya saja pikirnya.

Setelah selesai makan, Arghan dan Amara meninggalkan cafe tersebut. Mereka berjalan bergenggaman tangan sepanjang jalan. Di tengah jalan Amara bertanya “Maukah kau mengantarkan aku pulang?” Arghan menyetujuinya.

Sesampainya di depan rumah Amara, tak ada yang aneh dengan rumah itu. Semuanya tampak normal. “Mari masuk” ujar Amara. Arghan pun masuk tanpa sungkan.
“Silahkan duduk di ruang tamu. Akan kusediakan kau minum..” Kata Amara. “Baiklah” balas Arghan. Ia pun duduk di sofa yang terdapat di ruang tamu.

Setelah duduk, Arghan menyadari bahwa rumah ini sepi sekali. Di ruang tamu pun hanya terdapat sebuah meja, sebuah lemari besar yang terbuat dari logam, dan sebuah ‘chimney’, Yaitu penghangat ruangan yang terbuat dari batu bata dan menempel di dinding, serta cerobong yang menjulang ke atas hingga tembus ke atap untuk mengeluarkan asap dari pembakaran.

“Disitu kau rupanya” ujar Amara di belakang Arghan yang asik memperhatikan 'chimney’, sambil membawakan secangkir minuman. Amara telah mengganti bajunya daster putih dengan panjang sebatas paha dan berlengan pendek. Arghan tergoda, namun ia memilih untuk memendam godaan tersebut dan kembali duduk di sofa.

“Kenapa ganti baju??” Tanya Arghan. Amara mendekati 'chimney’ dan membakar kayu yang berada di dalamnya dengan korek api sambil menjawab “Karna nanti ruangan ini akan panas”. Arghan bertanya2 tentang jawaban tersebut. Fantasinya memikirkan sesuatu yang nakal. Namun ia tak mau menggubris fantasi itu terlalu jauh. Setelah meminum minuman yang diberikan oleh Amara, mendadak Arghan merasa amat ngantuk. “Tidurlah.. Apabila waktunya, nanti ku bangunkan..” Ujarnya Amara. Arghan tak dapat menahan matanya dan tertidur lelap di sofa.

Arghan terbangun dari tidurnya. Namun ia tak dapat membuka kelopak matanya. Ia pun merasakan bahwa mulutnya disumpal dengan sebuah kain. “Ada apa ini??” Batinnya. Tiba2 sesuatu yang mengganjal kelopak matanya terangkat sehingga ia dapat membuka matanya. Ia terkejut mendapati dirinya terbaring di sofa dan tangannya diikat ke atas. Amara memegang rantai berukuran besar. Rantai itu ternyata terhubung dengan rantai yang mengikat tangannya. “Apa-apaan ini?!” Ucap Arghan dalam hati. Arghan semakin kaget melihat Amara menggengam pisau di tangan kanannya. Amara berjalan ke arah lemari dan menggembok ujung rantai di pegangan lemari. “Dengan begini, kau takkan bisa kemana2 ketika kita bermain..” Ujar Amara dengan nada manja.
“Aku ingin kau berada di dalam tubuhku…”
Amara tiba2 menduduki Arghan, lalu mengigit leher Arghan. Gigitan itu semakin menyakitkan dan merobek kulitnya. Arghan berteriak. Namun suaranya tertahan dengan kain yang mengikat mulutnya. Darah dari lehernya mengucur di sofa. Arghan semakin shock melihat Amara mengunyah kulit yang robek dan menelannya. “Kau manis sekali, sayang..” Kata Amara sambil tersenyum. Arghan berusaha meronta. Namun ia menyadari bahwa kakinya juga diikat dengan rantai yang diberatkan dengan sebuah beton besar. Sehingga ia tak mungkin bisa kabur dalam waktu cepat.

Amara kemudian merobek baju Arghan dengan pisau tersebut, lalu mengiris tipis kulitnya lalu memakannya.
Amara terlihat sangat menikmati itu. “Kau ingat kan aku sedang menjalani diet khusus dan hanya memakan apa yang ada di rumahku?? Kini kau ada di rumahku, dan kau jadi makananku..” Ujar Amara dengan seringainya. Arghan semakin berontak. Darah yang di keluarkan dari lehernya semakin banyak. Amara menancapkan pisau dan merobek kulit Arghan sehingga membentuk huruf X di tubuhnya. Arghan berteriak semakin keras. Amara memotong daging yang menutupi tulang rusuk dan langsung memakannya. Setelah daging itu habis, Amara menancapkan pisaunya di tulang rusuk Arghan berkali2 sehingga seluruh tulang rusuk yang melindungi paru-paru terputus dengan pangkalnya.  Teriakan Arghan semakin memilukan. Amara menarik patahan tulang itu dengan keras, sehingga urat2 dan otot2 yang menjalar di tulang itu ikut terputus. Amara menggerogoti tulang2 itu dengan cepat sampai tulang itu bersih. Amara melempar tulang itu ke belakang, Dan memulai tahap selanjutnya.

“Kurang sedikit Fresh dan kurang garam, Arghan-ku yang manis” Amara meraih jeruk nipis dan garam yg ada di meja tamu, yg telah ia sediakan daritadi. Amara mengupas jeruk nipis tersebut dan memerasnya di atas organ tubuh Arghan. Lalu menaburinya dengan garam. Arghan meronta dan berteriak. Namun ia merasa, semakin ia meronta, semakin sakit yang ia rasakan. Ditambah lagi air perasan jeruk nipis dan garam yang kini berada di permukaan organ tubuhnya membuatnya terasa panas dan terkikis. Darah mengalir dari mulut Arghan. Amara tertawa bahagia. Ia mengambil usus Arghan dengan tangannya, lalu memotong saluran akhir dari usus dan mulai menyedotnya. Tak perlu waktu lama bagi Amara untuk menyedot usus tsb hingga habis. Amara menjilati tangannya. “Enaknya.” sorot Amara tajam ke organ tubuh Arghan. Amara memasukan tangannya ke dalam tubuh Arghan, mencari2 sesuatu dan memejamkan matanya. “Apa selanjutnya..” Tiba2 matanya terbelalak dan menarik tangannya kembali. “Ginjal”. Amara menarik ginjal Arghan keluar dan secara perlahan mengikis saluran yang ada supaya putus. Arghan semakin tersiksa dan mulai kehabisan tenaga untuk berteriak. Ia tak pernah membayangkan nasibnya akan seperti ini. Kedua saluran ginjal telah terputus, dan Amara langsung memakan keduanya dengan rakus. Amara lalu memejamkan matanya dan kembali memasukkan tangannya ke dalam tubuh Arghan. “Hati” desisnya. Ia menarik hati Arghan keluar dan menggerogotinya hingga habis. Napas Arghan tidak karuan. Amara lalu tersenyum dan membuka ikatan mulutnya. Tatapan Arghan penuh derita membuat senyum Amara semakin lebar.
Amara menciumnya. Lalu Amara menggigit bibirnya hingga robek dan kemudian menelannya. Kemudian Amara menggigit hidungnya, menghancurkan tulang rawan dan menarik gigitannya hingga hidungnya tercabut dari wajah Arghan. Amara menelannya dengan penuh senyuman. Amara kemudian mencolok mata kiri Arghan dan kemudian menariknya keluar. Memeras jeruk nipis, menyayat urat matanya dengan kuku hingga urat matanya terputus, dan melahapnya. “Matamu bagus Arghan.. berwarna hijau pucat.. Aku suka dengannya..” Lalu memperlakukan mata kanan Arghan dengan cara yang sama.

Arghan mulai kehilangan kesadaran. “Kumohon.. Teriaklah lagi..” Amara menancapkan pisau di kepala Arghan berulang kali sehingga kepala Arghan remuk dan terlihat otak dari luarnya. Arghan teriak dan meringis. Amara kemudian membelah paksa tengkorak Arghan dengan pisau dan mengeluarkan otaknya keluar. Ia memakan otak itu dengan gelak tawa. Sesekali ia menaburkan garam di dalam tengkorak Arghan. Selesai dengan bagian otak, kini Amara turun ke bagian tubuh Arghan lagi..
“Last but no least..” Ucapnya sambil tertawa. Ia memeluk pinggang Arghan dan membenamkan mukanya ke paru-paru Arghan. Ia memakannya langsung di tempatnya. Arghan mengeluarkan teriakannya yang paling keras dan saat itu juga Arghan merasa dirinya semakin melemah.

Amara selesai dengan menu paru-paru nya. Ia memandang Arghan dgn senyum manis dan berkata “Selamat tidur, sayang…” Lalu merenggut jantungnya secara paksa. Arghan menghembuskan napas terakhirnya.

Amara meletakan jantung Arghan di sebuah toples kaca. Amara lalu membuka gembok yg ia gunakan sebagai pengikat rantai di pegangan lemari. Amara membuka lemari itu. Lemari tersebut ternyata lemari pendingin. Disana terdapat ratusan jantung yg diletakkan di dalam toples kaca. Amara menuliskan nama Arghan pada toples dgn darah di tangannya, meletakannya di suatu sudut lemari dan menutup kembali lemari tsb. Amara melemparkan mayat Arghan ke dalam 'chimney’ dan menatapnya terbakar hingga habis.

Daster putih Amara kini berubah menjadi merah darah pada bagian depannya. Ia merasa senang. “Inilah kenapa aku mengganti bajuku Arghan.. Terima kasih atas darahnya.. Aku suka warna merah..”

1 minggu kemudian, berita tentang menghilangnya Arghan beredar. Adrio tak habis pikir kemana menghilangnya Arghan.

Ketika sedang berjalan, Adrio melihat Amara sedang duduk di bangku yang sama seperti seminggu lalu. Posisi dan tempat yg sama seperti ketika sahabatnya itu mengajak Amara berkencan. Ia tampak asyik dengan sesuatu di bukunya.

“Hei, Amara.” Sapa Adrio. “Hei.. Adrio kan?” Ujar Amara. Adrio dapat melihat Amara sedang menggambar sketsa Arghan. “Aku turut prihatin atas hilangnya Arghan” ucap Adrio. “Ya.. Ia begitu manis..” Jawab
Amara. “Kau sendiri?” Tanya Adrio. “Iya.” “Kenapa belum pulang? Hari sudah gelap” “Tak apa. Hanya ingin menggambar ini saja” lalu Amara menutup bukunya. Terlihat ukiran bertuliskan “Sweet Treats” di covernya.

Amara lalu berdiri menghadap Adrio dan menanyakan sebuah pertanyaan, “Maukah kau mengantarkan aku pulang?”

- Copyright © Welcome To Blog Dendy002 - Devil Survivor 2 - Powered by Blogger -