Popular Post

Popular Posts

Jumat, 18 Maret 2016

#WayToDie: Bad Luck On The Sunny Day
“asik akhirnya sampe.” Audrey mengangkat tangannya sambil mempercepat langkahnya, sedangkan teman-temannya tertinggal di belakang. “biasa aja kali Drey, lo kayak gak pernah ke Wahana Happy aja.” Protes Liam yang berjalan bersama kedua temannya yang lain di belakang, mereka adalah Rena, dan Mikail. Liam membawa sebuah tas ransel berwarna hitam dengan corak coklat yang terbuat dari kulit yang lembut, corak itu membentuk tribal yang terlihat menarik dari jauh. “biarin aja Am, dia emang masa kecilnya kurang bahagia.” Bisik Rena, lalu mereka berdua tertawa bersama. Mikail hanya diam, dia memperhatikan Audrey secara seksama. Matanya tidak hanya menatap sosok Audrey, tapi juga kendaraan di sekelilingnya. “lo semua payah, kita ini abis ujian. Lo bisa bayangin gak sih gimana stress-nya selama ujian? Sekarang waktunya kita seneng-seneng, melepas penat dan teriak sekeras-kerasnya.” Audrey semakin terlihat berlebihan, ia mengepak-ngepakkan tangannya seperti seekor burung. Beberapa orang yang lewat tertawa terkekeh-kekeh melihatnya, tapi setidaknya ia sangat bahagia hari itu. “udah biarin aja, mungkin dia emang lagi mau lepas stress. Emang kita ke sini buat senang-senang kan?” Mikail berbicara dengan sangat tenang, semua kata-kata yang keluar dari mulut seperti sudah diatur agar enak didengar. Mereka berjalan bersama di bawah sinar matahari yang menyengat kulit kepala mereka, membuat kulit kepala mereka terlihat dengan sangat jelas. Seluruh tubuh mereka sudah mulai kemerahan, seperti udang rebus. Untung saja mereka sudah sampai di tempat pembelian tiket sebelum mereka benar-benar matang.
“tiket buat empat orang mba.” Ujar Liam kepada seseorang wanita yang duduk di balik konter, ada sebuah kaca transparan yang bagian tengahnya dilubangi agar suara dari luar terdengar. “tiket akses semua wahana?” tanya seorang wanita dengan rambut panjang yang diikat kebelakang, ada sebuah cepitan berwarna merah muda yang menahan poninya agar tidak menutupi matanya. Ia memakai seragam bertuliskan “Wahana Happy”, warna oranye dan putih mendominasi seragam yang ia pakai. Wajahnya terlihat tersenyum lebar saat menanyakan pertanyaan itu kepada Liam. “iya mba, tiket akses semua untuk empat orang.” Tanpa bertanya lagi, wanita itu segera merobek empat lembar tiket dari buku tiket yang ia pegang. Liam memberikan sejumlah uang melalui sebuah lubang melingkar di bagian bawah kaca, wanita itu mengambilnya lalu memberikan tiket itu. “asik, ayo kita mulai petualangan!!!” seru Audrey dengan nada yang amat gembira ketika meninggalkan tempat pembelian tiket. Mereka segera menuju pintu masuk, di mana sudah berdiri dua orang petugas laki-laki yang siap memeriksa tiket masuk setiap pengunjung. Seragam yang mereka kenakan sama seperti wanita di konter pembelian tiket. Mereka tersenyum saat Audrey dan teman-temannya masuk, setelah memeriksa tiket dan barang bawaan mereka. petugas mempersilakan mereka untuk masuk, Audrey terlihat semakin bersemangat. Ia berlari-lari seperti anak umur lima tahun, Rena yang melihatnya hanya bisa tersenyum kecut melihat tingkah temannya. Namun kali ini mereka mulai terbawa suasana. Rena ikut berlari-larian bersama Audrey, sedangkan Liam dan Mikail yang berjalan di belakang tampak tertawa lepas.
Suasana arena Wahana Happy cukup ramai, pengunjung datang dari banyak tempat. Keluarga yang tengah berlibur bersama anak-anak mereka, atau pun sekumpulan anak muda yang tengah menghabiskan waktu bersama-sama. Seperti Audrey dan teman-temannya. Semua sangat bahagia, sepertinya tidak ada yang tidak melewati setiap detik di dalam area wahana tanpa senyuman, dan gelak tawa. Sebuah keluarga berkumpul di sisi area wahana, mereka tengah berfoto bersama dengan sesosok karakter animasi. Sedangkan banyak orang menghabiskan waktu duduk-duduk di undakan taman hanya untuk sekedar makan, dan berbincang dengan pasangan, teman, dan keluarga. Penjual balon terus berkeliaran, menawarkan balon warna warni kepada setiap anak kecil yang mereka temui.
Di bagian tengah area, sesosok badut sedang menggelar pertunjukan kecilnya dengan sekitar sepuluh anak-anak yang mengelilinginya. Beberapa kali anak-anak itu tertawa terpingkal-pingkal setiap kali badut itu mengeluarkan triknya yang diselingi dengan aksi lucu. Ia sukses menghibur anak-anak yang menontonnya.
“kita naik apa dulu nih?” tanya Rena saat mereka berhenti di dekat badut yang tengah menggelar pertunjukan. “kita coba yang memacu adrenalin dulu, biar kita bisa teriak-teriak melepas stress ujian kemaren.” Liam berbicara dengan cepat dan lugas. “setuju.” Tambah Mikail pelan. “nah, itu juga gue mau. Ayo-ayo.” Audrey tidak mau menunggu jawaban dari Rena atau teman-temannya yang lain, ia langsung mengajak teman-temannya mengantri sebuah wahana yang memacu adrenalin bernama “Petir.”. Petir adalah sebuah wahana dimana para penumpangnya duduk sejajar, membentuk dua buah barisan yang duduk saling berhadapan. Setiap barisan berisi sekitar dua puluh orang, dan selama sekitar sepuluh sampai lima belas menit. Mereka akan di guncang-guncangkan di ketinggian enam puluh meter dari permukaan tanah, mereka juga akan beberapa kali diputar-putar di udara lalu di posisikan terbalik selama beberapa detik hingga akhirnya mereka akan kembali ke posisi normal. Badan wahana itu dipenuhi lampu-lampu warna warni yang menyala-nyala, dan dicat dengan warna yang cerah. Menarik siapa saja yang melihatnya, dan membuat mereka merasa tertantang untuk mencobanya.
Audrey, Rena, Liam, dan Mikail masuk ke dalam antrian. Mereka mengantri selama dua puluh menit, ketika sampai di gerbang pembatas mereka semakin terlihat tegang. Namun beberapa kali mereka masih tertawa-tawa. Petugas membuka pintu masuk, empat puluh orang dipersilakan masuk dan memilih posisi duduk mereka. termasuk Audrey dan teman-temannya. “duduk di tengah.” “duduk di tengah.” Perintah Liam kepada teman-temannya saat mereka berlarian mencari tempat duduk. Berkat arahan Liam, mereka pun mendapatkan kursi di bagian tengah. “emang kenapa di bagian tengah?” tanya Audrey yang duduk di dekat Mikail. “di tengah lebih berasa.” Jawab Liam seraya tertawa. Liam duduk di ujung sisi kiri, sedangkan Mikail duduk di ujung sisi kanan. Di tengah-tengah mereka duduk Rena dan Audrey. Dua orang petugas memeriksa tempat duduk mereka, dan menguncinya kuat-kuat. Setelah selesai, seorang petugas memberikan aba-aba bahwa tempat duduk sudah seluruhnya terkunci. Seorang pembawa acara mengoceh tanpa henti, suaranya terdengar amat keras dari pengeras suara yang diletakan di sisi-sisi wahana. Sekumpulan penonton menonton dari depan wahana, tepat di belakang pagar pembatas. Mereka berteriak-teriak kepada keluarga atau teman mereka yang menaiki wahana, mereka juga mengambil beberapa gambar dari kamera saku yang mereka bawa. “mana suaranya.” Suara pembawa acara bergema, dan disusul dengan suara peserta yang sudah menaiki wahana. Mereka berteriak-teriak penuh semangat. “mana teriakannya yang lebih kencang.” Sang pembawa acara bertanya lagi untuk membakar semangat peserta, walau terdengar sangat mengganggu dan membuang-buang waktu. Peserta berteriak dengan lebih keras, suara mereka pecah dan membentuk suara yang sangat bising. “yuk berangkat..” oceh pembawa acara. Beberapa detik setelah pembawa acara bicara, wahana mulai berjalan. Para peseta langsung berteriak saat wahana mulai berjalan, beberapa orang wanita menutup mata mereka. sedangkan pria-pria justru melepaskan tangan mereka dari pegangan.
Wahana Petir mulai mengombang ambing peserta di ketinggian, membuat mereka merasakan adrenalin yang sangat deras terpacu di dalam darah mereka. mereka tidak bisa menahan sensai mual, dan seperti dikelitiki dari dalam perut mereka. hingga mereka terus saja berteriak-teriak tanpa kendali, semua orang terlihat sangat menikmati melihat peserta berteriak-teriak. Pembawa acara pun tidak mau kalah, ia terus saja mengoceh, melemparkan lelucon, dan mengejek peserta yang berteriak-teriak. Mereka sangat bahagia sekali hari itu, hingga mereka tidak begitu memperhatikan apa yang mulai terjadi di sana…
Tepat di tiang wahana yang tengah berputar-putar, ada sebuah kabel besar yang terjepit. Kabel itu sepertinya mulai terbenam di sela-sela tuas yang terus berputar, dan tuas itu terus menggesek kabel besar berwarna hitam itu. tidak ada satu pun yang menyadari hal itu, mereka masih tenggelam di dalam riuh kesenangan antara adreanalin yang terpompa deras. Ketika wahana berputar-putar di udara, sebuah suara gesekan terselip dibalik teriakan puluhan orang. Gesekan itu berasal dari magnet pengunci yang sepertinya renggang, dan membuat kursi seorang anak perempuan bergerak terlalu longgar. Audrey menggenggam tangan Mikail saat ia merasa pening berputar-putar di udara, tapi ia terlihat sangat bahagia. Ia tidak henti-hentinya berteriak, ia tidak ragu membuka mulutnya lebar-lebar agar teriakannya semakin keras. Begitu juga Rena dan Liam, mereka juga tidak henti-hentinya berteriak-teriak. “masih kurang gak? Mau dikencengin gak?” tanya pembawa acara seakan mengejek peserta. Mereka berteriak secara bersamaan, “mauu”. Suara mereka sekeras petir yang menyambar. “oke, lebih keras lagi.” Sambung pembawa acara. Wahana Petir kemudian berputar lebih kencang, dan suara deritan dari kabel hitam yang terjepit tuas semakin keras. Gesekan pada kabel itu juga bertambah besar, membakar habis lapisan karet pelindung. Dan beberapa detik kemudian gesekan itu memotong lapisan tembaga penghantar listrik di dalam kabel, seketika itu kabel terputus…
Kabel besar keluar dari badan wahana, dan bergerak tanpa terkendali. Kabel hitam mulai memecut-mecut di udara, beberapa orang yang menyadari kejadian itu mulai terpekik ketakutan. Tapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa, tidak ada yang mendengar atau melihat tanda bahaya itu. wahana petir membalikan tempat duduk yang diduduki oleh perserta hingga menghadap ke tanah, membuat jantung perserta berhenti memompa darah. Namun sayangnya ketika kursi wahana menghadap ke darat, bertepan dengan kabel besar itu memecut ke tengah kursi perserta. Audrey baru saja menyadari ada sebuah kabel yang terputus mengarah ke wajahnya, kabel yang penuh dengan tembaga-tembaga tajam di antara karet pengaman. Tembaga-tembaga itu seperti gigi-gigi tajam seekor hiu putih besar.. tanpa ada yang bisa menghentikan, kabel hitam bergerak dengan sangat cepat, secepat kilat dan menyambar wajah Audrey. Tembaga-tembaga tajam itu menancap ke dalam mulut Audrey yang tengah terbuka lebar, tembaga itu menancap kuat di dalam tenggorokan Audrey. Darah membuncah di udara, Audrey merasa tenggorokannya amat panas, dan wajahnya lepek akan darahnya sendiri. Beberapa detik kemudian Audrey merasa sesuatu yang aneh merambat di tubuhnya, sesuatu yang membuat tubuhnya gemetaran hingga akhirnya kejang-kejang. Listrik ratusan ribu voltase mengalir tanpa hambatan sedikitpun dari kabel hitam ke seluruh tubuh Audrey. Audrey tidak dapat meraskan apa-apa kecuali perih yang amat sangat dari tenggorokannya, dan panas di seluruh tubuhnya. tubuhnya bergetar hebat, dan tembaga itu semakin panas. Aliran listrik yang cukup besar membuat seluruh daging yang melapisi tubuh Audrey mulai melunak, dan memudahkan logam itu untuk menembus lapisan tenggorokan Audrey hingga menembus ke kepala bagian belakangnya dengan sangat mudah. Darah mengalir deras dari dalam mulut Audrey melalui sela-sela badan kabel yang besar, dan dalam beberapa detik saja membasahi kepala Audrey. Darah juga mulai menetes-netes ke tanah. Di dalam gumpalan-gumpalan darah yang keluar dari mulut Audrey, mengambang serpihan-serpihan kulit dan dinding mulut. Sebuah benda yang cukup besar ikut mengalir keluar dari mulut Audrey, benda itu tidak lain adalah lidahnya yang terpotong dengan sangat mudah oleh tembaga beraliran listrik.
Teriakan penonton pecah, namun kali ini teriakan yang berasal dari kengerian yang teramat sangat melihat kabel besar menancap di mulut Audrey, dan mengaliri listrik yang semakin lama membakar tubuhnya. tubuh Audrey mulai kebiruan, dan perlahan-lahan mulai menjadi matang. Sedangkan kedua mata Audrey hanya bergerak beberapa kali, dan terlihat berkaca-kaca. Banyak orang percaya mata adalah jendela jiwa, dengan mata yang seperti itu mungkin jiwa Audrey seperti sedang terbakar di neraka. Para petugas  mulai panik mereka berlarian dari dalam kantor menuju wahana, pembawa acara seketika bisu. Ia meninggalkan mejanya untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi, dan ketika ia melihat. ia hanya bisa diam dan gemetaran. Tidak hanya Audrey yang menjadi korban, ternyata listrik juga mengalir dari tubuh Audrey ke seluruh badan wahana. Membuat seluruh perserta lain tersengat listrik yang sama seperti yang menyengat Audrey, tubuh mereka kejang-kejang dan mulai membiru. Mikail yang duduk di sisi Audrey sudah mulai matang, kulitnya memerah dan bola matanya penuh darah. Begitu juga peserta lain. para petugas mulai kebingungan, mereka tidak tahu apa yang harus mereka perbuat untuk menghentikan kengerian ini. akhrinya seorang petugas berlari ke dalam kantor, ia mempunyai ide yang bagus. Ia mematikan seluruh listrik yang mengalir ke wahana, tanpa ragu ia menekan sebuah tombol berwarna biru. Ketika ia menekan tombol itu, seluruh listrik di wahana mati. Begitu juga listrik di kabel hitam besar yang menancap di mulut Audrey, seketika itu seluruh peserta diam. Mereka tergantung lemas, tidak ada satu pun dari mereka yang bergerak. Sedangkan Audrey sudah tidak bisa lagi dikenali, hidung hingga lehernya terbuka lebar. Rahang dan mulutnya sudah tergeletak di atas tanah, menyisakan tenggorokan merah darah dan sebuah kabel menancap. Tubuhnya juga sudah matang, bau daging panggang memenuhi udara. Membuat setiap petugas dan pengunjung yang menciumnya muntah-muntah.
Beberapa detik setelah listrik mati, tiba-tiba terdengar suara gaduh dari dalam wahana. Listrik eletromagnetik yang merupakan kemanan utama di wahana untuk mengunci seluruh tempat duduk sudah tidak mampu bekerja. Hingga seluruh pengunci tempat duduk terbuka, tubuh-tubuh lemas yang membiru mulai berjatuhan dari tempat duduknya. Mereka seperti jiwa-jiwa kosong yang berjatuhan dari langit, beberapa orang mengatakan “hujan manusia”. Satu persatu tubuh peserta terjatuh ke atas tanah, dan langsung hancur ketika menghantam tanah. Tubuh mereka seperti terbuat dari cangkang telur. Seluruh organ tubuh membuncah, seluruh tulang-tulang patah lalu menusuk keluar, seluruh kepala remuk, dan rahang hancur berantakan. Sebuah genangan darah terbentuk saat seluruh tubuh peserta mendarat, beberapa dari mereka masih menggerakan bola mata mereka di tengah-tengah wajah yang sudah hancur. Rena terjatuh dengan bahu terlebih dahulu, tangannya robek hingga hampir putus. Jari-jari lentiknya masih bergerak beberapa kali. Liam tergeletak di dekatnya, kepalanya hancur hingga setengah tengkorak kepalanya berhamburan. Meninggalkan lubang besar di dekat dahinya, lubang itu mulai dipenuhi darah dan kepingan-kepingan putih lengket. Rahang Liam masih bergerak-gerak untuk menghirup napas dari mulutnya, seperti seekor ikan yang bersusah payah bernapas di daratan. Audrey terjatuh paling akhir, kebel itu akhirnya terputus dari tenggorokannya.  tubuhnya sudah matang dan sangat garing. Saat ia menghantam tanah, lehernya langsung patah dan mengeluarkan suara gemeretak yang keras sekali. Kepalanya pun terpental cukup jauh dari tubuhnya, kepala Audrey akhirnya berhenti di sebuah wahana anak-anak bernama “taman surga.” Kepalanya tergeletak tepat di dekat papan bertuliskan “helo heaven” Yang dicat dengan warna-warni pelangi.
Sang pembawa acara pun seakan bisu, ia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia tidak berani lagi berkata “mana teriakannya yang paling kenceng”. Karena hari itu ia mendengar teriakan yang paling keras, dan memilukan sepanjang hidupnya. Suara teriakan yang semakin lama berubah menjadi suara lolongan…

- Copyright © Welcome To Blog Dendy002 - Devil Survivor 2 - Powered by Blogger -