Popular Post

Popular Posts

Jumat, 18 Maret 2016

Romansa
“filmnya mulai jam berapa?”
“nanti jam 7, masih ada satu jam lagi.”
“kita duduk-duduk di sana dulu yuk.”
Hadi menunjuk ke arah sebuah sisi gedung bioskop yang memiliki perbedaan jenjang yang cukup tinggi, cocok untuk di duduki.
“ya udah.”
Hadi dan Meli berjalan bersama, mereka pun duduk-duduk disana. Hadi memberikan sebuah air mineral kepada Meli, mungkin Meli memang butuh minuman. Tanpa ragu Meli membuka botol air mineral itu dan menenggaknya, kerongkongan Meli terasa segar.
Mereka berdua berbincang, pembicaraan tentang sekolah mereka menjadi topik utama. Baru beberapa 3 bulan ini Hadi dan Meli menjalin hubungan dekat, Meli adalah kakak kelas Hadi. Mereka sering berpapasan saat di kantin, begitu melihat Meli untuk pertama kalinya Hadi langsung jatuh hati. Meli memiliki rambut hitam panjang, kulitnya sawo matang. Ia memiliki senyum yang manis, ada hal magis yang menarik Hadi ketika melihat Meli tertawa.
Hadi tak pernah bisa menahan matanya untuk terus memperhatikan Meli, menangkap setiap momen saat Meli dan teman-temannya berkumpul. Hadi sangat menantikan tawa Meli, baginya melihat tawa Meli seperti sebuah kebutuhan. Tidak jarang Meli membalas tatapan Hadi, bila itu terjadi Hadi akan mengalihkan matanya secepat mungkin. Namun tetap saja Meli dapat menangkap mata Hadi seberapa cepatnya ia mengalihkannya, biasanya Meli hanya akan membalasnya dengan sebuah senyuman. Senyuman itu justru akan membuat Hadi lebih bahagia lagi, dan sangat sulit untuk ia sembunyikan.
Sayang semua itu tidak mudah untuknya, selain Meli adalah kakak kelasnya. Saat itu Meli masih di miliki oleh seseorang, Hadi hanya bisa melihat Meli dari jauh. Baginya itu juga sudah cukup.
Hingga akhirnya Hadi mendengar berita bahwa hubungan Meli dengan pasangannya sudah berakhir, dan pasangan Meli pun sudah dikeluarkan dari sekolah. Hadi senang bukan kepalang, kini ia mulai berani untuk terang-terangan menatap Meli saat berada dikantin. Awalnya wajah Meli keliahatan sangat murung, mungkin akibat perpisahan itu. Hadi sendiri tidak tahu alasan mengapa mantan pasangan Meli di keluarkan, itu sepertinya tidak penting baginya.
Pada suatu pagi Hadi datang pagi-pagi sekali ke sekolah, ia menuliskan sesuatu di atas kertas yang cukup besar. Kemudian ia membawa kertas itu saat ia mendatangi kantin, sepertinya ia merencanakan sesuatu. Benar saja saat Meli menoleh ke arahnya ia melebarkan kertas itu, kertas itu bertulisakan “Jangan bengong aja. Mending kenalan, nama gue Hadi.” Hadi seperti orang bodoh, beberapa murid di kantin memperhatikan tingkah lakunya. Meli tertawa saat melihat kertas yang di bentangkan Hadi. Kepolosan, dan spontanitas Hadi seketika menghilangkan rasa sedih Meli.
Semenjak itu mereka mulai sering bertemu di sekolah, dan beberapa hari kemudian Hadi memberanikan diri untuk mengajak Meli kencan. Meli tak keberatan. Hadi menyatakan perasaannya kepada Meli, Meli pun menerimanya. Semenjak itu mereka berhubungan dekat.
Entah sudah berapa jam Meli dan Hadi berbincang, hingga jam tangan Hadi menunjukan pukul 6.15.
“Filmnya udah mau mulai nih, kita masuk yuk?”
“Yuk, lagian dingin juga lama-lama di sini.”
Mereka beranjak dari sana, menuju gedung bioskop. Hadi tak lupa megandeng tangan Meli.
Ketika sampai di pintu masuk, seorang penjaga tiket menyambut mereka. setelah memeriksa tiket, si penjaga mempersilahkan mereka untuk masuk. Ternyata keadaan bioskop cukup sepi saat itu, mungkin karena memang saat itu hari kerja. Orang-orang terlalu lelah untuk pergi ke bioskop saat hari kerja, itu yang Hadi perkirakan. Mereka duduk di baris ke dua dari belakang, kebetulan pintu masuk ada di tempat duduk barisan belakang jadi tidak sulit untuk mereka untuk menemukan tempat duduk. Di dalam ruang pemutaran film hanya ada 3 orang penonton, Hadi dan Meli, dan seorang yang ada di barisan depan.
Film pun di mulai.
Meli dan Hadi sangat menikmati film yang mereka saksikan, sebuah film romansa percintaan khas anak muda.
Selang beberapa menit, Hadi ingin buang air kecil. Ia pun pamit ke kamar kecil, meninggalkan Meli di dalam ruang pertunjukan. Saat Hadi pergi, Meli baru menyadari bahwa orang di barisan depan sudah tak ada. mungkin dia sudah bosan dengan filmnya, dan memutuskan untuk pergi.
Pelan-pelan Hadi berjalan melewati beberapa tirai besar, ia mengikuti tanda yang menunjukan letak toilet. Akhirnya ia menemukannya, tanpa banyak berpikir Hadi masuk ke dalamnya. Toilet itu sangat sepi, tak ada seseorang pun disana. Tetapi saat Hadi melewati bilik-bilik toilet itu ternyata ada sebuah bilik yang tertutup, untunglah berarti dia tak sendirian. Saat Hadi tengah buang air kecil, tiba-tiba bilik yg tertutup itu terbuka. Hadi tak memperhatikannya, hingga ketika ia menghadapkan wajahnya ke cermin. Ia kaget karena ada seseorang berdiri dibelakangnya, seseorang lelaki seumurnya. Hadi mencoba menutupi rasa takutnya, ia berniat menyapa pria itu. Tetapi sepertinya ia kenal dengan pria itu.
Baru saja akan membuka mulutnya, pria itu mengangkat kedua tangannya ke kepala Hadi. Ada sebuah kawat yang melingkar di tangan pria itu, pria itu mengalungkan kawat itu di leher Hadi, dan dengan kuat menariknya ke arah yang berlawanan. Kawat itu menyayat kulit leher Hadi, Hadi tak dapat bernafas. ia meronta-ronta mencoba melawan pria itu, tapi semua sia-sia. Rasa perih, dan kesulitan bernafas menghalanginya. Hadi bahkan tak dapat bersuara, lehernya tercekik dengan amat keras. Pria itu mengencangkan cekikannya seraya membuang tubuh Hadi ke lantai, seketika kawat itu merobek leher Hadi hingga ke kerongkongan. Darah mengalir dari leher dan mulut Hadi, suara yang keluar dari mulutnya mulai tidak jelas. Pria itu terus mengencangkan cekikannya, hingga merobek tulang leher Hadi. Beberapa menit kemudian leher Hadi putus, kepalanya menggelinding ke lantai. Meninggalkan tubuhnya.
Darah mengalir deras dari pangkal leher Hadi, membuat lantai toilet menjadi merah. Pria itu bangun, dan masih memegang kawat di tangannya. Kawat itu sudah berubah warna. Seluruh permukaannya berwarna merah, dan dipenuhi oleh serpihan daging dari tenggorokan Hadi. Beberapa serpihan daging dari leher Hadi menetes dari permukaan kawat.
Pria itu menunduk dan mengambil kepala Hadi yang sudah tidak bergerak, darah bahkan sudah menggenangi kelopak mata Hadi. Hingga matanya berwarna merah.
Pria itu keluar dari toilet dengan santai, sambil menggenggam kepala Hadi yang berlumuran darah. Dengan tanpa dosa ia menuju kembali ke dalam tempat pemutaran film, tempat dimana Meli menunggu.
Meli mulai resah, sudah 15 menit Hadi belum kembali. Tetapi hatinya tenang saat mendengar langkah kaki di belakangnya, langkah kaki yang menuju ke arahnya. Itu pasti Hadi, ia pun kembali menyaksikan film dengan tenang. Matanya tak lepas dari layar bioskop, kebetulan film itu tengah menampilkan adegan malam hari sehingga membuat ruangan sangat gelap. Sosok itu duduk di sebelah Meli, ia duduk dengan tenang. “Lama amat, kirain kemana?” Meli mulai merangkul sosok di sebelahnya, sosok yang ia kira adalah Hadi. Tetapi saat itu ia merasakan kejanggalan, tangan sosok yang ada di sebelahnya sangat basah. Sepertinya itu bukanlah basah karena air, karena sangat lengket. Tangan Meli meraba tangan sosok itu lebih jauh, ternyata semakin basah dan ia juga mencium bau anyir. Tetapi seketika tangan Meli berhenti meraba, saat tangannya menangkap beberapa helai rambut. Ternyata tidak hanya beberapa helai, tetapi rambut yang sangat tebal. Meli memberanikan dirinya untuk melihat, ketika itu bersamaan dengan film yang menayangkan adegan siang hari. Membuat ruangan itu terang benderang. Seketika itu jantung Meli seakan berhenti, darahnya berpacu dengan cepat. Membuat pembuluh darahnya akan pecah. Meli melihat wajah Hadi yang sudah membiru, dengan tatapan kosong dan berlumuran darah. Ternyata sosok yang ia kira Hadi sedang memangku kepala Hadi, seketika Meli melompat dari tempat duduknya. Tetapi pria itu menarik tubuh Meli dengan cepat, dan mengambalikannya ke tempat duduknya. Meli melihat ke wajah sosok itu, ternyata dia adalah Gilang. Mantan kekasih Meli. “Mau kemana sayang, filmnya belum abis.” Gilang berbisik di telinga Meli. Air mata Meli mulai menetes, matanya tak henti melihat ke arah Hadi. Tepatnya “Kepala Hadi”. Tubuh Meli gemetaran, wajahnya yang biasanya manis berubah menjadi pucat. “Kita kan lagi nonton betiga. Kamu, aku, dan pacar baru kamu.” Gilang mengangkat kepala Hadi. Meli hampir pingsan mencium bau anyir yang amat kuat dari kepala Hadi. “Kamu kenapa ninggalin aku? Padahalkan aku merontokan gigi anak itu untuk kamu sayang.” “Tapi kamu malah ninggalin aku, saat aku di keluarin.” Meli hanya diam, ia mencoba menebak-nebak apa yang akan terjadi padanya. “Kamu liatkan, aku bisa lakuin apa aja.” “Kamu harus mau.” “Cuma aku.” Gilang mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya, Meli berusaha melihat apa itu. Tetapi kilatan yang keluar dari balik jaket Gilang membuatnya kaget, Gilang mengeluarkan sebuah pisau dapur yang cukup besar dari jaketnya. Dari film yang sedang di putar di sana mengalun sebuah lagu romansa, lagu romansa yang bergitu mendayu. Saat mendengar lagu itu Gilang tersenyum. “Ku ingin kau begitu, agar kau tau. Jadilah engkau, milikku slalu. Utuh.” “Bila ku mati, kau juga mati.” “jadilah engkau, miliku slalu… utuh.” “Meli, udah aku bilang kamu itu punya aku. Kenapa kamu gak pernah tau itu.” Gilang menggoreskan pisau dapur yg ia bawa ke wajah meli, keringat dingin mengalir dari dahi Meli. “Ampun Gilang, kamu jangan berbuat bodoh. Aku masih sayang sama kamu.” Meli setengah memohon, agar Gilang mau melepaskannya. “Sayang?” Gilang menghentikan ucapannya. “KAMU BOHONG!!!” Gilang menusuk pipi Meli dengan pisau yang ia pegang, hingga menembus pipinya yang lain. Meli teriak kesakitan. Rasa nyeri menyebar keseluruh tubuhnya hingga membuncah di otaknya, darah mengalir deras. Membasahi baju yang Meli kenakan. Belum berhenti di situ, Gilang menarik pisaunya hingga merobek pipi Meli hingga ke mulut. Teriakan Meli yang melengking memenuhi seisi ruangan, teriakan yang menggambarkan rasa pedih yang ia rasakan. “KAMU PEMBOHONG!!!” Gilang menancapkan pisaunya ke dada Meli, beberapa kali. Ia menikam Meli dengan sekuat tenaga, terlihat jelas rasa marahnya yang tak terbendung lagi. Tulang rusuk di dada Meli bahkan patah akibat tikaman yang teramat sangat dalam, Meli menggenggam tangan Gilang. Ia berusaha menghentikan aksi Gilang, tapi tidak berhasil. Rasa perih telah lebih dulu mencengkram Meli, tubuhnya kejang-kejang, tangannya pun gemetaran. Darah membuncah dari luka tikaman di dada Meli. Hingga akhirnya Meli tak lagi bergerak…. Gilang menghentikan aksinya, sebuah senyuman terlihat di wajahnya yang berlumuran darah. Untuk beberapa menit ia terdiam. Kemudian ia membuang kepala Hadi, membiarkannya berguling hingga barisan terdepan. Dengan perlahan Gilang menaruh pisaunya di lantai, kemudian ia mengarahkan kepala Meli yang sudah tak bernyawa, dan menyandarkannya di lengannya. Meli meninggal dengan mata terbuka, keringat masih mengucur dari dahinya. Gilang membasuh keringat di dahi Meli dengan sangat lembut, ia mengecup kening Meli, dan mengusap rambutnya. Gilang merangkul tubuh Meli, dan kembali menyaksikan film yang masih tayang di hadapannya. Sebuah film romansa yang sangat apik, dengan asmara yang menggebu-gebu di setiap adegannya. Sebuah romansa pengantar untuk menutup mata…

- Copyright © Welcome To Blog Dendy002 - Devil Survivor 2 - Powered by Blogger -