Popular Post

Popular Posts

Jumat, 18 Maret 2016

#WayToDie Spesial Valentine: Hari Valentine Untuk Naya
“sebentar lagi Valentine loh nay.” Desak Farah. “oh ya, aku gak tau.” Jawab Naya pelan. Naya adalah seorang siswi kelas dua SMU. Ia memang pendiam, dan agak aneh. Rambutnya yang panjang lurus tidak pernah disisir rapih, seragam yang ia kenakan juga tidak pernah diseterika. Selalu kucal dan kumal. Seragamnya juga tidak lagi putih, kemeja yang ia kenakan sudah menguning. Ia tidak pernah punya sepatu baru, sepatu yang ia gunakan adalah sepatu yang sama seperti yang ia pakai saat kelas 1 SMP. Orang-orang mungkin heran mengapa ia masih memakai sepatu itu, sepatu yang terlihat sudah busuk, seperti si pemakai. Tapi yang lebih mengherankan adalah mengapa sepatu itu masih dapat ia kenakan setelah ia kenakan dari SMP, apakah kakinya tidak pernah bertumbuh? Ketika menghadapi pertanyaan seperti itu, Naya hanya bisa tersenyum dan menatap jari kakinya yang melengkung akibat sepatunya yang sesungguhnya tidak sesuai lagi dengan ukuran kakinya.
Di sekolahnya Naya juga jarang mendapat teman, tidak heran. Siapa yang mau berteman dengan gadis seperti itu, melihatnya saja membuat orang lain membuang wajahnya. Tidak ada yang kuat menatap Naya lebih dari 5 menit, mereka akan merinding melihat sekumpulan bejolan kecil di wajahnya. Benjolan-benjolan itu adalah jamur yang menyerang kulit yang tidak pernah dibersihkan, bahkan benjolan itu memerah dan menghasilkan nanah di dalamnya. “memangnya si Naya ini seperti hidup di dalam sampah saja.” Kata mereka yang pernah melihat wajah Naya lebih dari 5 menit, Naya sudah terbiasa. Ia bahkan merasa tidak enak karena mereka harus melihat wajahnya yang menjijikan itu. “maafkan aku teman.” Kata Naya dengan segala kerendahan hatinya.
Jika ada anak perempuan yang mempunyai nyali besar dibandingkan yang lain, Farah adalah orangnya. Seluruh warga sekolah memanggilnya wanita super. Ya, karena hanya dialah yang mau berteman dengan Naya. Naya si menjijikan.
Jika kau mau berteman dengan Naya sama seperti Farah, maka kau akan tahu mengapa ia seperti itu. orang tua Naya sudah meninggal semenjak Naya berumur 7 tahun, dan semenjak itu  ia hanya tinggal bersama pamannya yang tidak memiliki keluarga. Bagi Naya, hidupnya sudah berhenti saat ia berumur 7 tahun, segala kenangannya berhenti di sana. Jiwanya hanya diam di sana, meningalkan tubuhnya yang semakin dewasa. Naya tahu ia tidak akan tumbuh lagi, ia sesungguhnya sudah pergi bersama ayah ibunya waktu itu. ia sekarang adalah orang lain, sosok ciptaan yang memuakan. Setidaknya itulah yang pamannya selalu katakan kepadanya, “dasar manusia sial, tidak tahu diri. Membelikan paman minuman saja tidak becus, dasar bajingan.”
Toh Naya masih menjalani hidupnya, ia percaya ada sebuah tempat untuknya. Tempat yang lebih mirip selokan, tempat tikus-tikus mengerat dan memperebutkan bangkai salah satu dari mereka untuk dimakan. Mungkin orang lain selalu mengira Naya hidup di dalam sampah, ia juga berharap seperti itu. tapi ia bahkan hidup di tempat yang lebih mengerikan dari pada sampah, ia hidup di neraka.
“emang kalo Valentine artinya apa Farah.” Tanya Naya seraya tersenyum. “emang kamu gak tau Nay?” Farah menatap wajah Naya. Naya menggelengkan kepala, ia masih saja tersenyum. Senyuman yang membuat orang lain akan langsung pergi tanpa harus berpikir dua kali. “hmm. Jadi Valentine itu adalah hari dimana kita menyatakan apa yang kita rasakan ke orang lain. Misalnya kamu sayang sama orang lain, kamu bisa kasih hadiah atau kamu melakukan apa gitu untuk mengekspresikan rasa sayang kamu.” Farah menjelaskan. “oh gitu, indah ya Farah.” Naya tertawa kecil. Mereka duduk berdua di lorong kelas, saat itu sedang istirahat. Beberapa siswa lain melirik mereka dengan tatapan sinis dan kasihan, tapi mereka tidak perduli. “kamu mau kasih apa buat aku Nay?” Farah menggoda Naya. “oh, harus ya?” Naya kebingungan. “harus dong, emang kamu gak sayang sama aku? Aku kan temen kamu.”
Naya diam sejenak, “oh iya. Nanti aku kasih deh hehe.” Tawa Naya terdengar sangat serak. Karena sudah tidak dapat menahan tawa, Farah memeluk Naya. Ketika Farah memeluk Naya, tiba-tiba Naya meringis. Farah kaget, ia melepaskan pelukannya. “kenapa Nay?” tanya Farah. Tapi Naya hanya diam, seketika itu Farah membuka satu kancing seragam Naya. Tepat di atas payudara Naya terdapat banyak luka yang menyerupai titik-titik hitam, titik-titik itu terlihat sudah mengering dan bernanah. “ya ampun Naya, kamu kenapa?” tanya Farah. “tidak apa-apa Farah. Aku kena api dari korek api yang aku mainin.” Naya menerawang, masih terbayang perlakuan pamannya yang menyundutkan bara api rokok-nya bertubi-tubi setelah ia memperkosanya beberapa malam yang lalu. Naya tersenyum di antara hatinya yang sakit, “tidak apa-apa, lagi pula aku memang sudah mati. Aku bersama ayah dan ibu sekarang.” Jerit Naya di dalam hatinya.
“kamu gak bawa ke dokter?” Farah terlihat sangat khawatir. “gak perlu Farah, ini juga mau sembuh kok.” Bel tanda pelajaran akan dimulai berbunyi, mereka pun beranjak masuk ke dalam kelas, hari itu pelajaran kembali dimulai. Namun belum saja pelajaran sempat selesai, Naya sudah dipaksa pulang. Darah segar mengalir dari pangkal pahanya, ketika ia di bawa ke ruang kesehatan sekolah. Ia mengaku bahwa hari itu ia sedang menstruasi, lalu gurunya menyuruhnya pulang. Dalam perjalan menuju rumahnya ia hanya berjalan seraya menunduk, hari itu ia tidak sedang menstruasi. Ini pasti akibat ulah pamannya, si binatang itu.
Ketika ia sampai di rumah, pamannya sedang tidak ada. hanya dia sendirian di dalam rumah itu, rumah yang sepertinya tidak normal. Seluruh jendela rumah itu dipasangi triplek, sehingga menutupi bagian dalamnya. Triplek-triplek itu juga sebagai tanda bahwa rumah itu tidak menerima siapapun sebagai tamu. Sore itu Naya membersihkan darah yang masih mengalir dari pangkal pahanya, terasa sangat perih ketika air membasuhnya. Naya hanya bisa meringis, dan air matanya menetes ke dalam ember yang berisi air hangat yang memerah. Sore itu pamannya mungkin sedang berjudi sambil mabuk, mungkin malam nanti ia baru akan pulang. Setelah membersihkan darahnya, Naya membuka lemari es di dapur. ia mengambil bahan makanan yang tersisa, lalu membuat makan malam untuk pamannya. Jika tidak maka ia akan dipukuli lagi, beberapa menit kemudian makanan sudah siap. Naya hanya duduk di kamarnya yang berantakan, ia melihat ke kalender yang sudah terkoyak di dinding kamarnya. Tanggal 13 Februari, ia teringat akan Farah. “besok hari Valentine.”
Naya mengambil peralatan menjahitnya, ia memang senang dan sangat ahli dalam menjahit. Ia bahkan menjahit sendiri baju seragamnya, belum lagi lubang-lubang di baju-bajunya yang selalu ia tambal sendiri. Naya membuatkan sesuatu untuk Farah, satu-satunya teman yang ia miliki. Ia ingin Farah tahu bahwa ia sangat menyayanginya, pelan-pelan tangan Naya menari dengan sebuah jarum dan benang yang melingkarinya. Ketika sudah masuk tengah malam, pintu depan rumah Naya terbuka. pamannya pulang, ia langsung menyambut kedatangan pamannya. Pamannya masuk dalam keadaan mabuk, “ayo kita makan.” Mereka duduk di meja makan, Naya menyuapi dirinya sendiri dengan beberapa suapan makanan. Sedangkan pamannya makan dengan mata yang selalu melihat ke arahnya. Setelah makan Naya masuk ke dalam kamarnya, tapi beberapa menit kemudian pamannya juga masuk ke dalam kamarnya. Ia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, malam ini ia harus melayani nafsu pamannya sendiri. Malam itu adalah malam di mana suara desahan penuh hasrat yang bergejolak bercampur dengan suara ringisan dan tangisan tertahan dari mulut Naya membentuk sebuah simfoni dari penderitaan dan libido yang bergelora.

Naya hanya bisa menangis, ia sudah tidak tahan dengan rasa sakit itu. terutama di dalam hatinya. Pamannya mencium kening Naya sebelum ia keluar dari kamarnya, “paman melakukan ini karena paman sayang sama Naya.” “sayang sama Naya.” Kata-kata itu mengiang-ngiang di telinga Naya.
Keesokan harinya Naya berangkat ke sekolah dengan keadaan yang jauh lebih mengerikan. Wajahnya pucat, rambutnya lepek. Ia sama sekali tidak mandi atau pun membersihkan dirinya semenjak semalam. “ini kado buat kamu Farah, tapi kamu buka nanti aja ya di rumah.” Farah kaget ketika Naya memberikannya sebuah kotak berwarna merah. “aku Cuma becanda Nay, kamu gak perlu repot-repot. Malah aku yang harusnya ngasih kado ke kamu.” seru Farah dengan nada tidak enak. “tidak apa-apa Farah, ini kan Hari Valentine. Makasih ya sudah mau temanan sama aku.” Farah memeluk Naya, tapi Farah merasakan sesuatu yang aneh. Tubuh Naya basah dengan keringat, dan badannya bau busuk. Farah tidak berani mengatakannya, ia berusaha untuk bersikap sewajar mungkin di depan naya. Hari itu Naya lagi-lagi diperintahkan untuk pulang oleh gurunya, pangkal pahanya berdarah lagi. Ketika ia akan pulang, ia sempat melihat ke arah Farah. Matanya yang berkaca-kaca menatap Farah dalam-dalam, ia tersenyum. Senyumannya kali ini berbeda, sangat manis. Untuk beberapa detik, Naya yang sesungguhnya datang. Farah melambaikan tangannya, ia mengatakan “hati-hati di jalan Naya. Selamat hari Valentine ya. aku sayang kamu.” Naya pun berbalik badan dan berjalan pulang.
Malam itu Naya hanya diam di dalam kamarnya, matanya menerawang ke langit-langit kamarnya. Sedangkan pamannya berada di ruang makan, entah apa yang ia lakukan. Pintu kamar Naya berderit lagi, dan terbuka pelan-pelan. sosok pamannya muncul dari balik pintu, ia tersenyum ke arah Naya. Naya terbangun dan duduk seraya melipat kakinya di sisi tempat tidurnya, ini akan terjadi lagi. Paman Naya mengusap wajahnya pelan, senyumnya lebih menyeramkan dari seyuman iblis sekali pun. Malam itu pamannya kembali melampiaskan nafsunya, ia mendesah saat menindih Naya. Naya hanya diam, kali ini ia tidak menangis. Di antara tempat tidurnya yang bergoyang, tangan Naya menggapai-gapai. Kemudian ia mengambil sebuah pisau dapur besar di balik bantalnya. Pamannya terus mengerang di atas tubuhnya, kepalanya menghadap ke atas saat kenikmatan merasuk ke dalam saraf-sarafnya. Namun saat itu juga Naya menikam bagian bawah leher pamannya dengan pisau yang ia pegang, pisau itu manancap hingga dahi bagian dalam. Darah mengucur deras dari leher pamannya, membasahi wajah dan tubuh telanjangnya. Pamannya meronta dan terjatuh ke sisi Naya, seketika Naya bangkit. Kini ia menindih tubuh pamannya yang terus meronta-ronta, darah membasahi tubuh pamannya dan tempat tidurnya. naya mencabut pisau yang menancap di bawah leher pamannya dengan posisi menghadap ke atas. Saat pisau itu dicabut, darah membuncah dari lubang sayatan itu. pamannya terlihat kesulitan berhapas, beberapa kali darah membuncah dari mulutnya saat ia terbatuk-batuk. Pamannya sudah tidak berdaya sekarang. “selamat hari Valentine paman, aku sayang sama paman.” Kata Naya seraya mengangkat tangannya yang menggenggam pisau. Ia menancapkan pisau itu ke dada pamannya, kemudian ia menarik pisau itu ke bawah dengan sekuat tenaga. Tubuh pamannya tersayat dari dada hingga perut bagian bawah, dan meninggalkan garis menganga yang menunjukan isi perut pamannya. Darah yang keluar saat ia menyayat tubuh pamannya sangat deras, seluruh tempat tidurnya sudah di penuhi darah sekarang. Bahkan darah itu menetes ke lantai dari tempat tidurnya, seketika itu pamannya sudah tidak lagi bergerak. Pisau yang ia genggam juga terjatuh ke atas tubuh pamannya.
Naya berjalan tertatih-tatih, ia seperti sudah tidak memiliki jiwa lagi. Tubuhnya dipenuhi darah, dan tidak memakai sehelai pakaian pun. Ia berjalan menuju dapur. ia menyalakan kompor gas yang ada di dapurnya, tapi ia sengaja mematikan apinya. Gas keluar terus menerus dari kompor itu hingga memenuhi dapur rumahnya, ia bahkan sudah kesulitan bernapas karena kekurangan oksigen. Naya hanya duduk di sisi dapur, tubuhnya gemetaran. Ia kedinginan dan sangat ketakutan. Tangannya menggenggam sebuah pematik api, ia mengangkat kepalanya ke atas seraya berkata: Ayah, ibu. Aku akan menyusul kalian. Lalu ia menyalakan pematik itu, seketika seluruh rumah Naya meledak dan terbakar habis. Ledakan itu terdengar sangat keras sehingga mengundang para tetangganya dan polisi. Naya mati terpanggang di dalam rumahnya sendiri.
Malam itu selepas mengerjakan pekerjaan rumah, Farah mengambil kotak yang diberikan Naya sebagai hadiah. Ketika kotak itu sudah terbuka, ternyata Farah menemukan 3 buah boneka yang di buat dari kain-kain bekas. Boneka itu sepertinya adalah boneka pasangan lelaki dan perempuan, dan seorang anak kecil berumur 7 tahun. Sepertinya itu adalah boneka buatan Naya, di dalam kotak itu juga ada sebuah pesan yang ditulis di secarik kertas.
“Farah temanku. Aku tahu selama kau berteman denganku pasti kau sering merasa jijik. Aku juga tidak menyalahkanmu, memang seperti itulah adanya aku. Aku sesungguhnya tidak ingin seperti ini, aku minta maaf. Andai saja kita bertemu dalam keadaan yang berbeda. Maka aku berikan padamu diriku yang tidak menjijikan, diriku yang masih pantas untuk kamu anggap teman. Aku juga menitipkan kedua orang tuaku, aku tidak bisa hidup tanpa mereka. kau bisa berkenalan dengan mereka sekarang, aku sudah lama sekali ingin mengenalkan mereka padamu. Terima kasih sudah mau menjadi temanku, selamat hari Valentine. Naya.”
Air mata Farah tiba-tiba menetes pada nama “Naya”, ia juga tidak tahu mengapa ia menangis. Tapi sepertinya ia memang harus menangis malam itu, menangis untuk teman baiknya.. Naya. Sekali lagi, Selamat Hari Valentine.

- Copyright © Welcome To Blog Dendy002 - Devil Survivor 2 - Powered by Blogger -